Rabu, 11 Juni 2014

Indonesiaku (Part 1)

Artikel ini murni adalah pendapat dan pandangan saya sendiri mengenai Indonesia.

Seperti yang kita tahu, dari sudut pandang saya sebagai warga Indonesia, Indonesia adalah yang menerapkan politik bersamaan dengan agama di mana kancah politik hanya boleh memasukkan kandidat yang beragama Islam di mana kandidat yang non Islam akan dipersulit untuk naik dan duduk di kursi politik. Tidak ada yang salah dengan agamanya tetapi penerapannya salah. Mengapa saya berkata demikian?

Sebagai warga Indonesia yang non Islam, saya mendapati banyak sekali kekurangan dari politik dan hukum di negara ini. Mulai dari yang paling kecil adalah Hari Raya Besar Islam yang biasa kita sebut Lebaran. Sebelum Lebaran, kita akan menjajaki dulu yang namanya Ramadan di mana para umat Islam akan puasa selama 40 hari lamanya. Selama masa puasa, kita dapat melihat (bukan mendengar) bahwa Ormas di bawah naungan agama Islam akan meminta (terkadang memaksa bahkan berlaku kasar) pedagang makanan untuk menutup usaha mereka ataupun menutupi tempat makan mereka agar tidak kelihatan oleh orang banyak. Nah, maksud dari permintaan itu apa? Bukankah kita semua punya hak untuk membuka usaha di mana usaha itu bukanlah usaha musiman yang harus tutup setiap Ramadan? Di sini saya mohon maaf jika menyinggung pihak-pihak tertentu tetapi ini adalah gambaran yang saya lihat selama saya hidup di Indonesia ini. Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan agama Islam tetapi penerapan dari umat-umatnya yang salah. Saya yakin Islam itu mengajarkan hal-hal yang baik sebagaimana juga agama-agama lainnya.

Kembali lagi ke politik, di mana yang kita lihat politik di Indonesia bisa kita katakan kacau balau di mana tidak adanya lagi keteraturan dan kebebasan berpolitik di Indonesia. Korupsi dan kriminalitas semakin merajalela sedangkan pejabat yang bersangkutan hanya duduk tanpa melakukan apapun. Bagaimana Indonesia bisa maju jika dari rakyatnya sendiri tidak ada perubahan? Korupsi, kriminalitas, diskriminasi, penghinaan terhadap agama dan lainnya semakin santer terdengar. Di mana para awak hukum di saat kita membutuhkan mereka? Tidak ada totalitas dalam penerapan politik maupun hukum di Indonesia. Indonesia tidak akan maju jika seperti ini, mengagungkan agama di atas segalanya.

Pelaku korupsi dipenjara hanya 2 tahun dengan fasilitas seperti di rumah sendiri sedangkan pencuri ayam dipenjara 5 tahun hanya karena mencuri ayam. Alasan orang mencuri karena orang membutuhkan uang, sedangkan alasan korupsi? Adakah alasan yang benar-benar tepat untuk korupsi? Korupsi hanya mensejahterakan para pejabat sedangkan rakyat kecil dibiarkan merana. Apakah pejabat Indonesia ini sudah buta? Tidakkah melihat bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang hidupnya terlantar? Anak- anak putus sekolah? Orang tua pengangguran dan pekerjaan yang tak layak? Di mana hati nurani para pejabat? Bukankah Indonesia adalah negara Islam di mana Islam mengajarkan untuk membantu sesama? Di mana praktek agama yang selama ini dibangga-banggakan oleh Indonesia?

Yang paling saya sayangkan adalah kriminalitas dan diskriminasi yang masih snagat kental di Indonesia ini. Mengapa angka kriminalitas di beberapa kota yang sedang berkembang begitu tinggi? Jawabannya hanya bisa kembali ke pejabat Indonesia kita ini. Angka kriminalitas bisa begitu tinggi karena tuntutan ekonomi yang semakin tinggi pula sehingga para pejabat juga tidak mau ketinggalan untuk memenuhi tuntutan itu tanpa memikirkan rakyat di bawahnya. Diskriminasi juga sangat kental terutama terhadap kaum Chinese di Indonesia ini. Saya sendiri adalah Chinese yang tinggal di kota Medan di Indonesia di mana saya sudah pernah dijambret dua kali dan mendapatkan perlakuan diskriminasi dari warga sekitar lingkungan saya di mana di depan rumah saya yang baru disemen dan belum kering diberi tulisan "Cina babi". Saya tidak menghakimi orang yang melakukannya tetapi hanya menyayangkan mengapa hanya karena faktor iri sampai melakukan hal seperti itu. Selama ini ada anggapan bahwa suku Chinesa (Cina) di Indonesia adalah orang kaya, tetapi apakah ada yang tahu kerja keras dan harga yang harus dibayar untuk mendapatkan titel seperti itu? Banyak yang mendiskriminasi suku Cina karena dianggap sombong dan perebut kekayaan orang Indonesia. Mengapa bisa dikatakan sombong? Apakah ada yang mendalami apa yang menjadikan suku Cina bisa seperti itu? Ketakutan? Kengerian? Pembatas? Hanya Tuhanlah yang tahu karena sebenarnya saya juga tidak jelas mengapa suku Cina bisa mendapatkan titel seperti itu. Saya sebagai seorang Chinese yang tinggal di Indonesia tidak pernah memilih dalam berteman. Semua adalah satu bagiku, sama-sama manusia, sama-sama makan nasi, sama-sama bernafas di udara yang sama. Apa yang perlu dibedakan? Teman-teman saya bervariasi dari suku Batak, Jawa, orang-orang Arab yang beragama Islam dan teman-teman dari negara Islam lainnya dan mereka adalah orang-orang baik dan menyenangkan.

Akhir kata, saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya jika dalam artikel saya ini ada menyinggung pihak-pihak tertentu dan saya juga berterima kasih pada pembaca yang sudah membaca artikel ini. Semoga bermanfaat dan layak didiskusikan.

Tidak ada komentar: